PANTAU.CO.ID, Kabupaten Tangerang, 3 Januari 2025 – Kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur yang terjadi di Kampung Hauan, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, memicu gelombang kemarahan publik. Pelaku berinisial SG, seorang bendahara masjid dan karyawan PT EDS Manufacturing Indonesia (PEMI), diduga melakukan perbuatan biadab ini pada November lalu berulang-ulang kali dengan iming dan pengancaman. Namun, yang mengejutkan, kepala desa dan jajarannya justru terlihat menghambat jalannya hukum dengan memfasilitasi musyawarah yang dinilai melemahkan keadilan.

Alih-alih mendukung korban, Kepala Desa Tobat menemani pelaku mendatangi keluarga korban untuk "bermusyawarah." Langkah ini menuai kecaman keras. Ketua YLPK PERARI DPD Banten, Zarkasih alias Rizal, menyatakan, “Ini penghinaan terhadap hukum dan keadilan. Kasus seperti ini tidak pantas diselesaikan secara kekeluargaan.”

Rekaman pengakuan pelaku pada 19 Desember 2024 di Kampung Talaga, Desa Selapajang, memperkuat bukti dugaan kejahatan. Namun, bukannya memproses hukum dengan cepat, pihak desa malah terkesan melindungi pelaku. Keluarga korban mengaku kecewa, terutama karena mereka merasa diperlakukan tidak adil hanya karena kondisi ekonomi mereka yang lemah.


Laporan polisi dengan nomor LP/B/1202/XII/2024 baru menghasilkan pemeriksaan psikologi korban pada 3 Januari 2025, lebih dari dua minggu setelah diajukan. 

Sementara itu, pelaku masih menikmati kebebasannya tanpa tindakan tegas dari aparat. Ketua Bidang Hukum dan Advokasi LSM Adji Saka Indonesia, Saepli Epiatna alias Idang, mendesak, “Penegakan hukum harus dilakukan setegak-tegaknya. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku dan pihak yang menghalang-halangi proses hukum.”

Ketua Padepokan Cimande Tari Kolot Nusantara, Adi Hidahat alias Abril, menyebut tindakan SG sebagai "perbuatan biadab yang tak bisa ditoleransi." Ia menambahkan bahwa masyarakat harus berdiri di sisi korban dan menuntut keadilan yang benar-benar ditegakkan.


Kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas Polresta Tangerang dan Pemerintah Desa Tobat. Lambannya penanganan kasus mencederai rasa aman masyarakat, terutama bagi anak-anak. “Jika hukum terus dibiarkan lemah seperti ini, kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum akan hancur,” ujar Rizal.

Masyarakat mendesak agar aparat segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku dan menyelidiki dugaan intervensi oleh kepala desa. Publik tidak hanya menuntut keadilan bagi korban tetapi juga berharap ini menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa kejahatan terhadap anak tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa hukuman berat.

Jika kasus ini terus diulur-ulur, ini akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan anak di Indonesia. Publik menanti langkah nyata yang tegas dan adil untuk mengembalikan kepercayaan terhadap hukum dan menjamin rasa aman masyarakat.



>>Hadijah/red