Jakarta | PANTAU | (03.08.2023) , Gugum Ridho Putra, S.H,. M.H, (Selaku Pemohon) Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Berkas telah di terima oleh Syamsudin Noer, Pada Rabu 02 Agustus 2023, Jam/Waktu 10.27 WIB di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Tim Advokasi Bulan Bintang yang terdiri dari Irfan Maulana Muharam S.H, Gatot Priadi.,S.H..M.H, Yolis Suhadi, S.H.,M.H, M. Iqbal Sumarlan Putra, S.H.,M.H, Dega Kautsar Pradana, S,H., M.Si (Han) menerima Surat Kuasa khusus bertindak untuk dan atas nama Sdr. Gugum Ridho Putra, S.H., M.H, tertanggal 1 Agustus 2023 (terlampir), selaku Pemohon Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, menyampaikan keterangan sebagai berikut:


1. Bahwa pada hari rabu tanggal 2 Agustus 2023 telah mendaftarkan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ("Undang-Undang KPK") dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ("KUHAP") terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ("UUD NRI Tahun 1945") di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 



2. Bahwa polemik Komisi Pemberantasan Korupsi yang berujung permintaan maaf telah memunculkan pertanyaan hukum: apakah benar KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang melibatkan sipil dan militer secara bersama sama atau biasa disebut perkara koneksitas. 


3. Bahwa Undang-Undang KPK memang sudah mengatur wewenang untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan perkara korupsi yang melibatkan sipil dan militer, namun bagaimana tatacara wewenang tersebut dijalankan belum ada ketentuan yang mengaturnya. 


4. Bahwa di sisi lain, KUHAP sudah mengatur tatacara penanganan perkara koneksitas dari mulai pembentukan tim gabungan penyidikan, penelitian perkara, penuntutan, hinga persidangan perkara. Akan tetapi ketentuan yang diatur hanya ditujukan untuk Kejaksaan Agung.











5. Bahwa melalui Pengujian undang-undang ini, diharapkan MK dapat memperjelas kewenangan KPK menyelidik, menyidik dan menuntut perkara korupsi koneksitas, sehingga apabila terdapat perkara serupa di masa yang akan datang, KPK dapat lebih profesional dan tidak lagi ragu-ragu untuk menggunakan kewenangannya.


Polemik KPK yang keliru tetapkan tersangka TNI aktif dan berujung permintaan maaf diyakini karena wewenang KPK mengusut perkara koneksitas yang belum jelas. Sebagaimana diketahui, perkara koneksitas adalah perkara yang melibatkan pelaku sipil dan militer secara bersama-sama. 

Undang-undang KPK memang sudah mengatur tentang itu tapi belum jelas tata cara untuk menjalankannya. Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 8/1981 tentang hukum acara pidana sudah mengatur tata cara nya, namun aturan itu baru diadakan untuk Kejaksaan Agung, sementara KPK tidak disebut di sana. Untuk itu, pengujian ini diajukan, agar MK memperjelas aturan soal koneksitas dalam Undang-Undang Nomor 8/1981, agar dapat dimaknai termasuk juga KPK. Dengan begitu, KPK dapat turut menggunakan tata cara tersebut, Ucap Gugum Ridho Putra, S.H., M.H.