PantauTerkini |Bandung (24/04/2019) Kepala Divisi Rekonsiliasi dan Verifikasi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Jimmy Ardianto mengatakan, perkembangan penanganan bank gagal BPR Syariah Safir di Bengkulu sudah masuk tahap ketiga pembayaran dana nasabah. Petugas masih melakukan pemeriksaan kesesuaian simpanan bank dengan kredit di BPRS Safir.

“Kami menemukan ada beberapa kasus kredit fiktif, hingga kredit tidak penuh yang dilakukan satu organisasi sendiri. Kami butuh waktu sinkroniaasi antara satu simpanam nasabah dan kreditnya. Kalau lancar, bisa langsung dibayarkan. Kita butuh 1 sampai 2 bulan untuk membereskannya,” kata Jimmy dalam keterangan persnya kepada wartawan di Trans Luxury Hotel Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Rabu (24/4/2019).

Menurut Jimmy, ada total 7.800 rekening dengan total dana sebesar Rp.78 miliar di BPR Syariah Safir Bengkulu. Kemudian ada 6.471 rekening kredit rerkait simpanan. Karena itu masyarakat harus sabar menunggu prosesnya karena tidak mudah melakukan identifikasi tersebut.

“Kesulitannya ada beberapa agunan yang dipakai berkali-kali karena macet. Modusnya mengganti nama krediturnya. Ini bagian dari validasi nasabah yang diawali data cleansing. Kami ambil data nasabah seluruhnya, baik digital dan dokumen. Lalu bandingkan. Kalau ada yang ganda, kita cleansing lagi,” ujarnya.

Jimmy menyatakan, LPS telah melakukan pembayaran untuk tahap ketiga. Pada tahap ini, total pembayaran sudah menuntaskan dana nasabah sekitar 70 persen. Pembayaran dilakukan kepada nasabah yang telah selesai diverifikasi.

"Semua akan kita bayarkan penuh selama memenuhi kriteria tidak menyebabkan bank gagal. Kalau nasabah punya kredit macet, maka likuiditas rendah, bank pun jadi susah. Kalau lancar, simpanan positif, tetapi ada kredit, akan kita hitung dari nilai simpanan dikurangi kredit. Maka sisanya yang akan kita tagih atau bayarkan,” jelasnya.


Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha PT BPR Syariah Safir Bengkulu yang beralamat di Jalan Merapi Raya No. 02 Kebun Tebeng, Bengkulu. Pencabutan izin usaha dikeluarkan sejak 30 Januari 2019.  (Deddy Djumhana)