PANTAUTERKINI.CO.ID MAKASSAR, Nasib tragis dialami Wapimred Indozona.com, Hasri Hamzah,
yang harus berhadapan dengan Bank Mega Regional Makassar, di Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Makassar, Jumat, 20 April 2018. Setelah
rumah kediamannya dipaksa lelang oleh Bank Mega, di bawah Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP), dengan prosedur yang dinilainya menyimpang dari aturan.
"Pihak
Bank Mega telah melakukan pelelangan barang jaminan kami melalui kantor KPKNL
Makassar, sementara mereka tidak melalui prosedure yang semestinya,"
ujarnya. Hasri, menduga ada pegawai Bank Mega, yang menangani kreditnya
terindikasi melakukan permainan yang melanggar aturan, tambahnya.
"Pelelangan
jaminan kami, dilakukan dalam posisi kami terlambat pembayaran angsuran selama
dua bulan. Yang mana pihak Bank Mega meng-Wanprestasi kan kami secara prematur,
karena pada waktu jadwal pelelangan terjadi kami tidak dalam keadaan menunggak
angsuran," ujarnya. Sembari mempertanyakan NJOP, yang jauh dibawah
ketentuan pemerintah.
Hasri, heran
karena mulai dari awal hingga sekarang, pihaknya tetap menjalin komunikasi
dengan pihak Bank Mega, namun mereka tetap pada pendiriannya untuk segera
melunasi piutang, tanpa memperhatikan kondisi keuangan dan tanpa ada niat dan
itikad baik. "Semua surat untuk mediasi ke OJK, kami simpan sebagai
bukti," ujar Andi Nurhayati, istri Hasri Hamzah. Sembari memperlihatkan
bukti.
"Pihak
Bank Mega tidak memberikan solusi penyelamatan kredit seperti yang telah diatur
dalam Undang-undang, hanya memberikan satu solusi ke kami, yaitu pelunasan
kredit, yang mana dasar perhitungannya masih tidak jelas," tambah
Nurhayati.
Arie
Budianto, Ketua Umum Indonesia Berantas Riba (IBR), yang dimintai pendapatnya
mengenai kasus ini menegaskan, "Bank Mega tidak profesional dalam
melakukan taksasi, dengan mengabaikan NJOP," ujarnya. Seharusnya penilaian
taksasi mempertimbangkan NJOP dan nilai pasar, sehingga tidak merugikan
debitur.
"Pelelangan
tersebut harus dibatalkan, demi hukum," ujarnya. Bank Mega seharusnya
kembali mengevaluasi stafnya yang menangani taksasi tersebut, sebelum menjadi
masalah yang berkepanjangan, tambah Arie.
Ketua Umum
Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) Sulsel, Emil Haris, SE. MBA.
"Ini sangat merugikan anggota kami, yang seharusnya lembaga perbankan
tidak mematikan pengusaha kecil, dalam situasi ekonomi yang sulit seperti
sekarang ini," ujarnya.
Sejak 2012,
Emil, tercatat aktif melakukan pendampingan dan advokasi terhadap anggota
Akrindo, yang terlilit berbagai problem keuangan baik dengan perbankan maupun
non perbankan. "Masalah ini bisa berdampak hukum, jika pihak yang merasa
dikorbankan menempuh jalur hukum, dalam memperjuangkan keadilan atas
haknya," ujar Emir.(AW)
0 Comments