sumut. PantauTerkini. Co. Id
Adanya aroma tak sedap tentang 'persekongkolan' penunjukan langsung pada pengadaan spare part X Ray di Kuala Namu Onternational Airport (KNIA) yang diselenggarakan PT Angkasa Pura Aviasi (APA), senila Rp.1,9 Miliar, belakangan ini semakin menjadi perhatian publik.
Pasalnya, dugaan persekongkolan tersebut jelas telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres). Seperti Disampaikan pengamat kebijakan Publik, Siska Barimbing kepada wartawan, berdasarkan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021, tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Pasal 38 ayat (1) huruf c menyatakan, salah satu metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan/Konstruksi/Jasa yaitu Penunjukkan Langsung.
Kemudian kata Siska, dalam Pasal 38 ayat (4) menyatakan, Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam Keadaan Tertentu.
Lebih lanjut dia menyampaikan, dalam ayat 5 huruf g menyatakan, Kriteria Barang/Pekerjaan/Konstruksi/Jasa Lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari Pemerintah.
" Namun Penunjukkan Langsung ini tidak serta merta, akan tetapi harus mengikuti tahapan kualifikasi yang diatur dalam Pasal 44 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jika ada dugaan persekongkolan dalam proses pengadaan barang/Jasa maka laporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPPU)," kata Siska, Kamis (24/11/22), melalui pesan whatssapnya.
Karena, hal ini sudah diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat," tegasnya.
Sekedar mengingatkan, Pengadaan Spare Part X Ray di Kuala Namu International Airport (KNIA) yang diadakan PT Angkasa Pura Aviasi (APA) senilai Rp. 1,9 Miliar dilangsungkan secara Penunjukana Langsung (PL) alias tanpa tender.
Hal itu disampaikan Junior Manager Procurrment PT APA Theresia Devi S, menjawab konfirmasi wartawan, Senin (14/11/2022), bersama Head Of Copotate Secretary & Legal Dedi Al Subur, Manager Electronic Facility & IT Lasman Situmorang, Humas Bilqis dan 2 staff Legal Facrur Rozi dan Zul.
Disinggung proses Penunjukan Langsung atas pengadaan Spare Part X Ray di KNIA, Theresia Devi S mengaku, sedang dalam proses evaluasi dari mereka guna menetapkan penyedia yang saat ini adalah PT Indomega Teknologi.
“Yang diadakan 4 unit Generator X Ray. Masih proses evaluasi pengadaan,” kata Theresia Devi S yang juga Panitia Pelaksana Pengadaan di PT APA tersebut.
Dicecar atas dugaan kadaluarsanya Surat Pendaftaran Sebagai Agen Tunggal Barang Produksi Luar Negeri yang dikeluarkan Direktorat Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag RI PT Indomega Tekhnologi pada tanggal 1 Oktober 2020 lalu, Theresia Devi S mengaku hanya berpedoman adanya Surat Penghunjukan perusahaan tersebut dari Nuctceh Company Limited Beijing.
“Kami menerima data, PT Indomega Teknologi sebagai agen dari Nuctceh Company Limited Beijing. Kalau yang disampaikan atas kadaluarsanya Surat dari Kemendag RI, kami tidak tahu,” ujar Theresia Devi S.
Sebelumnya, Head Of Copotate Secretary & Legal PT APA Dedi Al Subur menyampai, perusahaan amat terbuka dengan informasi media dan mengklarifikasi atas pemberitaan yang ditayangkan tentang dugaan persekongkolan proyek pengadaan spare part X Ray di KNIA.
Disampaikannya, mereka melaksanakan proses pengadaan sesuai mekanisme aturan dalam perusahan itu yang jelas memiliki perbedaan dengan proses di Instansi lain. “Kami melaksanakan sesuai aturan. Menyangkut adanya ajuan dari PT Mahakarya Garuda Harsana, guna persiapan RAB,” katanya.
Dedi Al Subur juga menjelaskan PT Angkasa Pura Aviasi (APA) dibentuk atas Joint Venture Company (JVCo) Angkasa Pura II yang porsi saham 51 persen dan gabungan perusahaan pengelola bandara GMR Airports dengan saham sebesar 49 persen.
Sementara membantah adanya dugaan persekongkolan, Manager Electronic Facility & IT PT APA Lasman Situmorang mengaku, beberapa waktu lalu dalam acara Zoom Meeting dihubungi manajemen Nuctech Company Limited Peter Couyu dan menanyakan produk mereka yang terpasang di KNIA.
“Saat saya zoom meeting, kala itu saya bersama Senior Manager, dihubungi Peter Chouyu. Dia menanyakan berapa unit produk mereka yang digunakan di Bandara Kuala Namu. Setahu saya 8 unit yang terpasang semasa manajemen sepenuhnya dipegang Angkasa Pura II,” katanya.
Dijelaskannya, kala itu dia hanya menyampaikan kepada pengelola Nuctech Company Limited Beijing itu, untuk memberikan kepada yang meminta surat dukungan pemesanan spare part. “Saya sampaikan, silahkan berikan kepada perusahaan yang meminta surat dukungan,” katanya.
Dia mengaku, mengenal dekat dengan manajemen PT Mahakarya Garuda Harsana (MGH) diantaranya Yusak dan beberapa orang lainnya. “Saya kenal baiknya dengan manajemen MGH. Saya awalnya yang menghubungi mereka untuk membuat surat penawaran ke kami,” tutur Lasman.
Menanggapi keterangan manajemen PT APA, Suherman General Manager PT Mahakarya Garuda Harsana menjelaskan, setahunya dalam proses pengadaan yang bisa di buat Penunjukan Langsung (PL) adalah kegiatan yang berbiaya di bawah 500 juta.
“Setahu saya yang di PL kan nilai pengadaan di bawah 500 juta. Kalaupun ada angka lebih dari itu di PL kan harus mendapat persetujuan dari Direksi dan Pemegang Saham,” kata Suherman.
Soal Surat Pendaftaran Sebagai Agen Tunggal Barang Produksi Luar Negeri atas penyalur produk luar negeri, dijelaskan Suherman, dokumen tersebut harus mutlak dimiliki Agen Tunggal yang prosesnya sesuai aturan mulai dari Konsulat produk diproduksi di luar negeri hingga diajukan ke Kementrian Perdagangan.
Diberitakan sebelumnya, General Manager PT MGH Suherman menduga terjadi dugaan persekongkolan sejak awal proses pengadaan 1 unit Generator X Ray Bagasi dan 5 unit Generator X Ray Cabin yang disebutnya sebagai perusahaan pengadaan dari PT Indomega Tekhnologi.
Kepada wartawan dalam sambungan Whats App, Jumat (11/11/2022) Suherman menjelaskan, perusahaannya seolah kena prank oleh pejabat di PT Angkasa Pura Aviasi KNIA yang diduga bersekongkol dengan penyedia 6 Generator X Ray merk Nuctech produk Nuctech Company Limited alamat Pabrikan di 2/F Block A, Tongfang Building, Shuangqinglu, Haidian District, Beijing 100084, China.
“Salah satu Manager PT Angkasa Pura Aviasi KNIA bernama Lasman Simamora saya duga bersekongkol dengan manajemen PT Indomega Tekhnologi dengan dugan modus menghubungi Manajemen Nuctech Company Limited Peter Chouyu agar tak memberi dukungan penyediaan barang pada PT Mahakarya Garda Hardana,” tuding Suherman.
Suherman mengaku, mendapatkan informasi tersebut dari Staff Nuctech Company Limited Mr Deni beberapa waktu lalu dan telah melaporkan hal tersebut kepada Presiden Direktur PT Angkasa Pura Aviasi Ahmad Rifai.
“Saya mendapatkan informasi tersebut dari salah satu staff Nuctech Company Limited bernama Mr Deni yang menyampaikan Manager PT Angkasa Pura Aviasi berkomunikasi dengan Pimpinan Nuctech di Beijing untuk tak memberikan dukungan barang pada perusahaan kami. Saya udah laporkan ke Presdir Ahmad Rifai,” terang Suherman.
Sesuai data yang dimiliki General Manager PT MGH ini, Surat Pendaftaran Sebagai Agen Tunggal Barang Produksi Luar Negeri yang dikeluarkan Direktorat Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan RI kepada PT Indomega Tekhnologi telah berakhir tanggal 1 Oktober 2020 lalu.
“Surat Pendaftaran Sebagai Agen Tunggal Barang Produksi Luar Negeri yang dikeluarkan Direktorat Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan RI kepada PT Indomega Tekhnologi telah berakhir tanggal 1 Oktober 2020 lalu. Saya punya datanya,” sebut Suherman sembari menunjukkan Surat Sebagai Agen Tunggal Barang Produksi Luar Negeri No. 2206/STP-LN/SIPT/6/2019 tanggal 28 Juni 2019 yang ditandatangani Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kemendag RI A Gusti Ketut Astawa. (Red/01)
0 Comments