Malang betul nasib keluarga yang menimpa I Made Raka asal Banjar Moding Desa Candikusuma Kecamatan Melaya Jembrana ini. Masalah utang piutang di Lembaga Perkreditan Desa atau lebih dikenal LPD menjadi awal mula tidak mendapatkan izin untuk melakukan persembahyangan di pura yang ada di desanya.


Tim Media Gatra Dewata yang sempat menemui Made Raka di rumahnya pun memberikan keterangan "Semua berawal dari utang piutang di LPD, dulu saya sempat meminjam uang atas nama sendiri sebesar 20 juta dengan tempo 4 tahun dengan sepeda motor sebagai jaminan dan selama 3 tahun berjalan saya selalu rutin membayar kredit dan anak saya yang bernama Kadek Angga Budi waktu itu juga punya utang atas namanya sendiri sebesar 10juta, pada saat utang anak saya masih sisa 3 juta anak saya melakukan over booking sebesar 25 juta untuk membantu saudara membeli tanah. Jadi utang baru 25 juta dikurangi sisa utang sebesar 3 juta dan dikurangi biaya admin sebesar 700rb jadi uang cast yang diterima 21 juta 300ribu, tapi entah kenapa over booking 25 juta malah ditulis 28 juta, kalaupun benar over booking sebesar itu faktanya uang yang diterima cuman sebesar 21juta 300ribu" ungkap Made Raka


Made Raka juga menambahkan "Setelah saya tidak mengerti dengan jalan hutang anak saya tersebut saya dan anak berusaha 3 kali menemui Ketua LPD dan tetap tidak mendapatkan jawaban yang jelas dengan alasan belum sempat memeriksa dan sebagainya" tambah Made Raka


Karena tidak juga mendapat kejelasan dan merasa hutang nominal anaknya dipermainkan Made Raka Memutuskan untuk tidak membayar sisa hutang atas namanya sendiri yang tersisa 1 tahun.


Dengan permasalahan tersebut Kelian adat Banjar moding merasa tidak terima karena kebetulan pegawai LPD yang menangani kredit over booking anaknya yang bernama Kadek Angga Budi adalah anak dari kelian adat itu sendiri yang bernama Nengah Edi Suarnata. Pada hari saat cucunya lahir Made Raka disuruh menghadiri rapat dari Manggala Desa tersebut dan ditetapkan Made Raka bersalah terkait piutang dan mendapat sangsi tidak mendapat ajeg (manggala desa) serta tidak diperbolehkan sembahyang di Pura yang ada di desanya.


Jadi ketika Made Raka mempunyai acara 3 bulan anaknya (nyambutin) Made Raka tidak mendapat ajeg(menggala desa) dan tidak diperbolehkan ke Pura dengan dalih belum menyelesaikan ajeg pamong jadi tidak diperbolehkan ke Pura pedahal menurutnya sudah melaksanakan mekale sepetan jadi tidak ada alasan untuk menolak anaknya ke pura.


I Komang Desen selaku Ketua Lpd yang ditemui langsung di kantornya menyangkal tudingan tersebut, karena menurutnya Made Raka yang bermasalah karena tidak mau melunasi utang atas namanya sendiri jadi karena utang atas namanya tidak dilunasi dijalankanlah aturan Lpd mengenai dikenakannya sangsi yaitu tidak diberikan fasilitasi contohnya menggala desa, terkait tidak diijinkannya sembahyang ke Pura tidak tidak tau secara rinci karena yang dia tau hanya tidak mendapat menggala desa.


Bendesa adat Candi Kusuma yang dihubungi via sambungan telfon juga menyangkal sangsi tidak diperbolehkannya sembahyang ke Pura. Dia mengatakan "Tidak benar itu ada sangsi semacam itu dan saya selaku bendesa tidak pernah melarang warga untuk ke Pura" Tutupnya. (D.U)