Sumut. Pantauterkini
Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana telah menyetujui usulan penghentian penuntutan tindak pidana umum pencurian kelapa sawit dengan pendekatan keadilan restoratif (Restorative Justice-RJ).
Setelah disetujui, Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun (Kejari Simalungun) Bobby Sandri memimpin langsung pelaksanaan penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif (Restorative Justice-RJ) sebanyak 5 tersangka tindak pidana umum perkebunan di halaman kantor Kejari Simalungun, Selasa (8/2/2022).
Sebelumnya, Senin (7/2/2022) Kajari Simalungun Bobbi Sandri, SH,MH langsung mengajukan RJ dengan melakukan Ekspose beserta jajarannya kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr. Fadil Zumhana. Usulan penghentian penuntutan disampaikan secara virtual dan disaksikan langsung Kajati Sumut IBN Wiswantanu SH, MH didampingi Wakajati Sumut Edyward Kaban SH,MH, Aspidum Dr. Sugeng Riyanta, Koordinator Salman SH, MH serta Kasi Kamnegtibum dan TPUL Kejati Sumut Yuliyati Ningsih SH,MH.
Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos A Tarigan, SH,MH, Selasa (8/2/2022) saat dikonfirmasi wartawan menyampaikan bahwa berdasarkan infomasi yang diperoleh dari Kejari Simalungun usulan RJ ke Jampidum telah disetujui dan ada lima tersangka tindak pidana umum perkebunan yang dihentikan perkaranya dengan pendekatan keadilan restoratif.
Lima tersangka yang perkaranya dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah :
1. Darman Alias Leman (39) kasus pencurian kelapa sawit PTPN IV dan tersangka diancam dengan Pertama Pasal 111 UU RI No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan atau Kedua Pasal 107 huruf d UU RI No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan telah berdamai dengan korban Fander Manalu (Asisten Personalia Kebun).
2. Zulham Yoyok Abdi (41) kasus pencurian kelapa sawit dan tersangka diancam dengan Pertama; Pasal 111 UU RI No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHPidana atau Kedua; Pasal 107 huruf D UU No.39 tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan telah berdamai dengan korban Bill C Hadinata Siagian (Asisten Personalia Kebun Gunung Bayu).
3. Angga Ramadhan (18) kasus pencurian kelapa sawit dan tersangka diancam dengan Pertama; Pasal 111 UU RI No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHPidana atau Kedua; Pasal 107 huruf D UU No.39 tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan telah berdamai dengan korban Nangani Bangun (Asisten Personalia Kebun Dusun Hulu).
4. Sutini (46) kasus pencurian kelapa sawit dan tersangka diancam dengan Pertama Pasal 111 UU RI No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan atau Kedua Pasal 107 huruf d UU RI No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan telah berdamai dengan Bill C Hadinata Siagian (Asisten Personalia Kebun Gunung Bayu).
5. Suriana (39) kasus pencurian kelapa sawit dan tersangka diancam dengan Pertama; Pasal 111 UU RI No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHPidana atau Kedua; Pasal 107 huruf D UU No.39 tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan telah berdamai dengan Bill C Hadinata Siagian (Asisten Personalia Kebun Gunung Bayu)
"Kejari Simalungun melakukan penghentian penuntutan ini atas dasar peraturan Jaksa Agung No.15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Dua tersangka yang dibebaskan adalah ibu rumah tangga (Sutini dan Suriana) yang melakukan pencurian karena desakan kebutuhan dan keadaan ekonomi keluarga," kata Yos A Tarigan.
Restoratif justice ini diberlakukan berdasarkan peraturan Jaksa Agung No.15 tahun 2020, lanjut Yos tentunya dengan berbagai persyaratan dan Pasal 5 aturan itu menegaskan, diantaranya jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka dibawah dua setengah juta, tuntutan dibawah 5 tahun penjara, baru pertama kali melakukan aksi pencurian dan adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif keluarga.
"Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan kepada 5 tersangka dan keluarganya merespons positif keinginan tersangka untuk meminta maaf dan berdamai dengan korban dan keluarganya, serta disaksikan penyidik, kepala desa dan tokoh masyarakat," tandasnya.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan bahwa penerapan restoratif justice ini tentu ada aturannya dan tidak semua kasus bisa dihentikan penuntutannya. Yang paling penting adalah adanya perdamaian antara tersangka dan korban, sehingga kejadian serupa tidak akan terulang kembali.
Pendekatan yang mengutamakan keadilan, tambahnya akan terus dilakukan dan diperluas. Dengan begitu, penegakan hukum diharapkan tidak lagi tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
“Kepada tersangka dan pihak keluarga juga diingatkan bahwa ini dilakukan sebagai bentuk peringatan agar ke depan tidak mengulanginya lagi, dan jika nanti kembali melakukan hal yang sama akan diproses secara hukum dan dituntut dengan hukuman yang berat,” tandasnya.
Udin
0 Comments